Kamis, 20 Juni 2013

Kurikulum Pendidikan Islam (Tafsir Surat Luqman 12-19)

BAB I
PENDAHULUAN
            Pendidikan islam secara fungsional adalah merupakan upaya manusia muslim merekayasa pembentukan al-insan al-kamil melalui penciptaan situasi interaksi edukatif yang kondusif. Dalam posisinya yang demikian, pendidikan islam adalah model rekayasa individual dan sosial yang paling efektif untuk menyiapkan dan menciptakan bentuk masyarakat ideal ke masa depan. Sejalan dengan konsep perekayasaan masa depan ummat, maka pendidikan islam harus memiliki seperangkat isi atau bahan yang akan ditransformasi kepada peserta didik agar menjadi milik dan kepribadiannya sesuai dengan idealitas islam.untuk itu perlu dirancang suatu bentuk kurikulum pendidikan islam yang sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai asasi ajaran islam.[1]
            Oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kependidikan dalam suatu Lembaga Kependidikan Islam. Segala hal yang harus diketahui atau diresapi serta dihayati oleh anak didik harus ditetapkan dalam kurikulum itu.Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didiknya, harus dijabarkan di dalam kurikulum.
            Dengan demikian, dalam kurikulum tergambar jelas secara berencana bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik dan anak didik. Jadi, kurikulum menggambarkan kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga kependidikan.[2]

BAB II
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

I.       Ayat, arti, serta tafsir surat Luqman
1.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 12
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْلِله وَمَنْ يَشْكُرْفَإنَّمَايَشْكُرُلِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ(12)
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Ayat 12 menguraikan tentang salah seorang yang bernama Luqman yang dianugerahi oleh Allah SWT hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya.Para ulama mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah. Antara lain bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari segaala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu.”
Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali.Karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar.Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah.Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun, dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana).
Kata syukur terambil dari kata syakara yang maknanya berkisar antara lain pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahan itu. Syukur didefinisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
(أن اشكر لله)an usykur lillah adalah hikmah itu sendiri yang dianugerahkan kepadanya itu. Al-Biqa’I  menulis bahwa “walaupun dari segi redaksional ada kalimat Kami katakana kepadanya, tetapi makna khirnya adalah Kami anugerahkan kepadanya syukur.” Sayyid Quthub menulis bahwa: “Hikmah, kandungan dan konsekuensinya adalah syukur kepada Allah.”
Ayat di atas menggunakan bentuk mudhari’/kata kerja masa kini dan dating untuk menunjukkan kesyukuran (يشكر)yasykur, sedang ketika berbicara tentangkekufuran, digunakan bentuk kata kerja masa lampau (كفر). Sebaliknya kata kerja masa lampau pada kekufuran/ketiadaan syukur  (كفر) adalah untuk mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi,, walau sekali, maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya.
Kata(غنيّ)Ghaniyyun/ Maha Kaya terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (غ)ghain, (ن)nun, (ي)ya’ yang bermakna berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta maupun selainnya. Dari sini lahir kata ghaniyyah, yaitu wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupanhidup di rumah orang tuanya, atau merasa cukup hidup sendirian tanpa suami, dan yang kedua adalah suara.Dari sini lahir kata mughanniy dalam arti penarik suara atau penyanyi.
Kata (حميد)Hamid/ Maha Terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf  (ح)ha’(م)mim dan (د)dal, yang maknanya adalah antonim tercela.Kata hamd/pujian digunakan untuk memuji yang Anda peroleh maupun yang diperoleh selain Anda.Berbeda dengan kata syukur yang digunakan dalam konteks nikmat yang Anda peroleh saja.[3]
2.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَيَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(13)
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".
Di ayat 13 dilukiskan pengalaman hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariannya kepada anaknya.Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Ayat ini berbunyi: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu iadari saat ke saat memberi pelajaran kepadanya bahwa "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun tersembunyi.Sesungguhnya syirik yakni mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".Itu adalah penempatan sesuatu yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk.
Luqman yang disebut surat ini adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqman.Pertama, Luqman Ibn ‘ad.Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya.Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaannya.Agaknya dialah yang dimaksud oleh surah ini.
Kata (يعظه)ya’izhuhu terambil dari kata (وعظ)wa’zh yaitu nasehat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk member gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan,yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih saying sebagaimana dipahami dalam panggilan mesranya kepada anak.
Sementara ulama yang memahami kata (وعظ)wa’zh dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Luqman adalah orang musyrik, sehingga sang ayah yang menyandang hikmah it uterus menerus menasihatinya sampai akhirnya sang anak mengakui Tauhid.
Kata (بنيّ)bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan.Asalnya adalah (إبني)ibny, dari kata (إبن)ibn yakni anak lelaki.Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayng.Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas member isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih saying terhadap peserta didik.
Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/ mempersekutukan Allah.Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud keesaan Tuhan.Bahwa redaksi pesannya berbentuk larangan, jangan mepersekutukan Allah untuk menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik. Memang “At-takhliyah muqaddamun ‘ala at-tahliyah” (menyingkirkan keburukan lebih utama daripada menyandang perhiasan)[4]
3.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ(14)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Menurut Al-Biqa’I, ayat 14 bagaikan menyatakan: Luqman menyatakan hal itu kepada anaknya sebagai nasihat kepadanya, padahal Kami telah mewasiatkan anaknya dengan wasiat itu seperti apa yang dinasihatkannya menyangkut hak Kami. Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa jika kita menyatakan bahwa Luqman bukan seorang Nabi, maka ayat ini adalah sisipan yang sengaja diletakkan setelah wasiat Luqman yang lalu tentang keharusan mengesakan Allah dan mensyukuri-Nya. Allah menggambarkan betapa Dia sejak dini telah melimpahkan anugerah kepada hamba-hamba-Nya dengan mewasiatkan anak agar berbakti kepada orang tuanya.Di ayat 14 tidak menyebutkan jasa bapak, tetapi lebih menekankan jasa ibu.Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu berbeda dengan bapak. Di sisi lain, “peranan bapak” dalam konteks kelahiran anak lebih ringan dibanding dengan peranan ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu.Bukan hanya sampai masa kelahirannya, tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu.
Kata (وهنًا)wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan.Yang dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan dan pemeiharaan anak. Patron kata yang digunakan ayat inilah mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya.
Firman-Nya: (وفصاله في عامين)wa fishalahu fi amain/ dan penyapiannya di dalam dua tahun, mengisyaratkan betapa penyusuan anak sangat penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak, tetapi juga bahkan lebih-lebih untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima.Kata fi/di dalam, mengisyaratkan bahwa masa itu tidak mutlak demikian. Dalam surat Al-Baqarah: 233 ditegaskan bahwa masa dua tahun adalah bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuan.
Pada penggalan ayat 14 ini, jika dihubungkan dengan firman-Nya pada QS. Al-Ahqaf: 15 yang menyatakan: “…mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,” diperoleh kesimpulan bahwa masa kehamilan minimal adalah tiga puluh bulan kurang dua tahun yakni enam bulan.
Di antara hal yang menarik dari pesan-pesan ayat ini adalah bahwa masing-masing disertai dengan argumennya: “Jangan mempersekutukan Allah, sesungguhnya memperse-kutukan-Nya adalah penganiayaan yang besar”. Sedang ketika mewasiati anak menyangkut orang tuanya ditekankan bahwa,”Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun.”Demikianlah seharusnya materi petunjuk atau materi pendidikan yang disajikan.Ia dibuktikan dengan kebenaran argumentasi yang dipaparkan atau yang dapat dibuktikan oleh manusia melalui penalaran akalnya. Metode ini bertujuan agar manusia merasa bahwa ia ikut berperan dalam menemukan kebenaran dan dengan demikian ia merasa memilikinya serta bertanggung jawab mempertahankannya.[5]
4.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 15
وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي الدُّنيَامَعرُوفًاوَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَن أَنَبَ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُم تَعْمَلُونَ(15)

Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan lah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembali kamu, maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ayat ini menjelaskan tentang pengecualian menaati perintah kedua orangtua, sekaligus menggaris bawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimana pun. Kewajiban menghormati dan menjalin hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang meminumnya, karena meminum minuman keras buat orang kafir bukanlah sesuatu yang munkar.
Ayat ini mengandung pesan, yang pertama, bahwa mempergauli dengan baik itu hanya dalam urusan keduniaan, bukan keagamaan. Yang kedua, bertujuan meringankan beban tugas itu, karena ia hanya untuk smentara yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan yang ketiga, bertujuan menghadapkan kata dunia dengan hari kembali kepada Allah yang dinyatakan di atas dengan kalimat hanya kepada-Ku kembali kamu.[6]
5.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 16

يَابُنَيَّ إِنَّهَاإِنْ تَكُ مِثقَالَ حَبَّةٍ مِن خَردَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَو فِي السَّمَوَاتِ أَو فِيَ الأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ(16
Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batukarang atau dilangit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya, Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini menguraikan tentang kedalaman ilmu Allah swt., yang diisyaratkan pula oleh penutup ayat lalu dengan pernyataan-Nya. Dalam ayat ini terdapat kata Lathif yang bermakna lembut, halus, atau kecil.Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian.Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui perincian kemashalatan dan seluk beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus, kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan.Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah Lathif, kerena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya.
Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah berbuat baik, apalagi kepada orangtua yang berbeda agama, merupakan salah satu bentuk dari Luthf Allah swt.Karena betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing.Dan dapat disimpulkan bahwa ayat ini menggambarkan Kuasa Allah melakukan perhitungan atas amal-amal perbuatan manusia di akhirat nanti.Demikian, melalui keduanya tergabung uraian tentang keesaan Allah dan keniscayaan hari kiamat.Dua prinsip dasar akidah Islam yang sering kali mewakili semua akidahnya.[7]

6.      Arti dan isi kandungan surat Luqman ayat 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ(17)
Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.”
Ayat di atas menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikanyang tercermin dalam amr ma’ruf dan nahi munkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.Kata ‘azm dari segi bahasa bararti keteguhan hati dan tekad untuk melakukan sesuaatu.Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek, sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi munkar – serta kesabaran – merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah untuk dibulatkan atasnya tekad manusia.Thabathaba’i tidak memahami kesabaran sebagai salah satu yang ditunjuk oleh kata yang demikian itu, karena menurutnya kesabaran telah masuk dalam bagian azm.Maka atas dasar itu, bersabar yakni menahan diri termasuk dalam ‘azm dari sisi bahwa ‘azm yakni tekad dan keteguhan akan terus bertahan selama masih ada sabar.Dengan demikian kesabaran diperlukan oleh tekad serta kesinambungannya.[8]

وَلاَتُصَعِّر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمشِ فِي الأَرضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ(18)وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوتِكَ إِنَّ أَنكَرَالأَصْوَاتِ لَصَوتُ الحَمِيرِ(19

II.                Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari.Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, memberi pengertian sebagai “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya.Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.[9]
Kurikulum disusun oleh para pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta masyarakat lainnya. Rencana ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk mencapai tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan anak dan kemampuan pelajar.[10]
a.       Asas-Asas Pendidikan Islam
1.      Asas Agama
Seluruh sistem yang ada didalam masyarakat islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi aqidah, ibadah, muamalat dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini bermakna bahwa semua itu pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syariat islam yaitu al-Quran dan Sunnah.
2.      Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.
3.      Asas Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciriperkembangan anak didi, tahap pematangan, bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, perbedaan individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
4.      Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu kearah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti bahwa semua kecendrungan dan perubahan yang telah dan bakal terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk sosial harus mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan islam. Hal ini dimaksudkan agar output yang dihasilkan pendidikan islam adalah manusia-manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya.
b.      Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum karakteritik kurikulum pendidikan Islam adalah pencerminan Islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dalam seluruh aktivitas dan kegiatan kependidikan dalam prakteknya. Konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan pada umumnya.

Menurut Al- Syaebany, Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam itu adalah :
1.      Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
2.      Memperluas perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
3.      Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran.
4.      Menekankan konsep menyeluruh dan keseimbagan pada kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik yang bersifat aqli maupun naqli, tetapi juga meliputi seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, pertukangan, bahasa asing dll.
5.      Keterkaitan antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat, kemampuan, keperluan, dan perbedaan individual antar siswa.[11]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Yang harus ditanamkan dalam pendidikan anak adalah :
1.      menanamkan keimanan dan ketauhidan kepada anak.
2.      Memerintahkan anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.
3.      Mananamkan rasa diawasi Allah.
4.      Menegakkan shalat.
5.      Melakukan amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemunkaran)
6.      Sabar dalam menghadapi segala cobaan.
7.      Tidak bersikap sombong
8.      Sederhana dalam berjalan dan berbicara.[12]


Daftar Pustaka

Al-Rasyidin, Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003.


[1] Al-Rasyidin, Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h.55
[2] Muzayyin Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010, h.77
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003 h. 120-124
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003 h. 125-127
[5]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003 h. 128-131
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003 h. 131-133
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003 h. 133-136
[8] M. Quraish Shihab, Op,Cit., h.133-138
[9] Al-Rasyidin, Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h.55-56
[10]http://hera-orgen.blogspot.com/p/kurikulum-pendidikan-islam.html
[11]Al-Rasyidin, Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h.61-62
[12]http://abufathirabbani.blogspot.com/2012/04/pendidikan-anak-dalam-perspektif-tafsir.html

3 komentar: