Kamis, 20 Juni 2013

Tafsir Surat Al-Baqarah (2):129, Ali-Imran(3):164, Al-Jumuah(62):2

Tilawah secara bahasa artinya  tabi’a – mutaba’ah = mengikuti. Bisa dengan cara mengikuti badannya / orang, mengikuti hukumnya , dan mengikuti bacaannya dengan memperhatikan, mengkaji isi yang terkandung di dalamnya. Tilawah itu  khusus dalam mengikuti kitab – kitab Allah, kadang dengan mengikuti bacaannya (dengan memperhatikan isinya) dan kadang dengan mengikuti perintah, larangan, rangsangan, ancaman atau sesuatu yang dibayangkannya. Selanjutnya Al-Raghib pula menyebutkan, bahwa Tilawah lebih khusus dari Qiraah, setiap tilawah adalah qiraah, dan tidak setiap qiraah adalah  tilawah.
tugas Rasul adalah,
1) Membacakan ayat-ayat Alquran kepada sahabat / manusia dengan mengkaji, menggali dan mengungkap makna yang terkandung didalamnya, sementara para shahabat mengikuti bacaan Rasul dengan memperhatikan arti dan makna yang ada di dalamnya.
2) Mengikuti isi dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta melahirkannya dalam perbuatan
3) Dengan mengikuti bacaan dan mengkaji serta memahami apa yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat melahirkan tauhid, yaitu mengesakan Allah.
Dengan memperhatikan makna–makna di atas, maka Rasul bertugas untuk menjadikan manusia beriman / bertauhid, berakhlak mulia.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa tilawah al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :-Tilawah hukmiyyah, - Tilawah lafzhiyyah.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (129)

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS : Al Baqarah [2] : 129).
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (151)
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah [2] : 151).
Makna dari ayat ini mereka yang bertilawah Al Qur’an secara benar adalah dengan ittiba’/mengikutinya. Ibnul Qoyyim Rohimahullah mengatakan setelah memaparkan tilawah ada dua yakni tilawah lafdziyah dan tilawah makna,Intinya tilawah yang hakiki adalah tilawah/membaca makna dari ayat-ayat Allah, ittiba’/mengikutinya, membenarkan semua beritanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, mematuhinya seluruh tuntunannya”.
    Kemudian Beliau Rohimahullahmengatakan ,“Tilawah makna kedudukannya lebih mulia dari pada sekedar tilawah lafdziyah dan orang yang mengerjakannya adalah orang yang dikatakan sebagai ahli Al Qur’an yang teruntuk bagi mereka pujian di dunia dan akhirat.Sesungguhnya mereka itulah yang dikatakan sebagai ahli tilawah dan ittiba’ yang sebenarnya”.
Ta’lim,secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’.
  Tujuan Ta’lim al-Kitab yang dilakukan Rasulullah menurut Al-Maraghi (II:124) 1) mendorong untuk belajar / mengajar tulis baca, 2) menyebarkan cinta tulis baca dalam kehidupan di antara manusia, 3)mengetahui hakikat arti dan isi syareat / mengetahui dasar hukum.
    Sementara itu Mahmud Hijazi ( I, 304) menyebutkan hasil yang akan diperoleh dari tugas Rasulullah saw yang ini, yaitu : 1) akan tumbuh berkembang munculnya para penulis  2) Akan lahir para para ulama, para sarjana yang pandai , 3) Akan bermunculan orang yang arif, orang yang bijak , 4) akan lahir para pemimpin yang pandai dan bijaksana.
     Dengan demikian pada tugas Rasululah saw yang ke tiga, mengandung nilai pengembangan, penambahan ilmu dan wawasan, mengetahui dasar-dasar pengambilan ilmu, sehingga tidak cukup menciptakan manusia yang bertauhid (tugas tilawah), manusia yang bersih keyakinan, akhlaq dan hartanya (tugas tazkiyah). Tapi juga menciptakan manusia yang berbuat atas dasar ilmu pengetahuan, beramal atas sumber yang jelas, tidak taqlid buta ( tugas ta’lim al-Kitab).  
Untuk itu tugas Rasulullah dalam  ta’lim al-hikmah akan menghasilkan 1) manusia yang tahu, mengerti akan  sunnah yang merupakan penguat terhadap kebenaran Alquran, penjelasan terhadap Alquran yang bersifat umum, 2) membuka mata kepandaian dan perasaan manusia, 3) menjadikan manusia faqih yang berfikir tidak hanya dari Nash yang dhahir tapi juga dari yang bathin yang tersirat di dalamnya, 4) mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam Alquran dan sunnah Rasul, 5) mendorong manusia untuk melahirkan ilmu pengetahuannya dalam bentuk amal perbuatan yang ditujuan untuk beribadah kepada Allah swt.
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ (164)
”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Ali-Imran :164)
Ayat di atas Ali Imran 164  adalah ayat yang memuat  manhaj pendidikan Alquran. Para pakar pendidik Muslim menjadikan ayat di atas sebagai  konsep, sistem dan manhaj / metoda pendidikan Islam. Para pakar itu seperti Arsan Al-Kaelani, Abdurrahman Al-Nahlawi dsb.  Pada ayat di atas Muhammad Rasulullah saw berperan sebagai murabbi guru, dan kaum muslimin saat itu berpungsi sebagai mutarabbi  murid. Yang dilakukan Nabi sebagai guru 3 manhaj yaitu:
1.   Manhaj al-Tilawah. Dalam hal ini bermuatan penanaman awal  Aqidah dan akhlak. Rasul mendidik manusia untuk dapat membaca, memahami isi yang dibaca, mengikuti apa yang ada di dalamnya.

2.    Manhaj Tazkiyah. Dalam ini bermuatan pembersihan, aqidah, Akhlaq; dan harta.
3.  Manhaj ta’lim Al-Kitab wal hikmah.  Dalam bagian ini bermuatan pengembangan, pembinaan Rasulullah mendidik manusia agar berkembang, maju, berilmu pengetahuan yang dalam, berbuat atas suatu pekerjaan berdasarkan kepada ilmu, bukan karena taqlid.
Para pakar pendidikan Barat telah merumuskan hakikat tujuan Pendidikan yaitu,
1.    Kognitif yaitu, menumbuhkan dan mengembangkan proses berpikir.
2.    Afektif yaitu, pembentukan sikap atau pembentukan kepribadian.
3.    Psikomotor yaitu, pembentukan keterampilan.
      Jika konsep tujuan pendidikan tersebut dibandingkan dengan manhaj qur`ani di atas, hakikatnya yang termuat dalam tujuan pendidikan barat sudah ada dan telah lama ada dalam manhaj qur`ani. Tujuan pendidikan kognitif telah termuat dalam manhaj tilawat, tujuan afektif termuat dalam manhaj tazkiyat, tujuan psikomotor termuat dalam manhaj Ta'lim kitabah dan manhaj Ta'lim al-hikmat. Namun, dalam manhaj qur`ani mempunyai nilai lebih pada manhaj tilawat tujuan yang ingin diperoleh tidak hanya penumbuhan dan pengembangan berpikir, tapi juga bertauhid, beriman.
tazkiyah annafs berasal dari dua kata yakni tazkiyahdan nafs. Tazkiyah berasal dari kata zakka-yuzzaki-tazkiyah yang maknanya sama dengan tathir yang berasal dari kata thahhara-yuthahhiru-tathir[ah] yang berarti pembersihan, penyucian atau pemurnian.   Sedangkan annafs adalah kata yang multimakna (musytarak). Dalam sebagian kamus bahasa Arab kata nafssering diterjemahkan dengan :
- Diri – Jasad - Jiwa, ruh atau kalbu.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah).Dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Jumu’ah: 2).
semua makhluk memiliki kekurangan dan kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali Allah swt, sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi kebutuhan siapa pun adalah Dia Yang Berhak disucikan dari segala kekurangan dan kebutuhan, Selanjutnya karena hanya Dia yang memenuhi kebutuhan semua makhluk maka hanya Dia pula yang berwewenang menetapkan dan mengatur dan mengendalikan segala sesuatu, denagn kata lain hanya Dia al-Malik / Maha Raja. Salah satu bentuk pengaturan-Nya adalah menetapkan agama. Ketetapan itu, bukan karena Dia butuh atau adanya kekurangan pada diri-Nya  yang hendak Dia sempurnakan. Sama sekali tidak, karena Dia Quddus / Maha Suci dari segala kekurangan dan kebutuhan. Selanjutnya Quddus itu, bila telah menyampaikan tuntunan-Nya melalui Rasul, lalu tidak dipenuhi oleh makhluk yang diajak, maka itu sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya karena Dia adalah al-Aziz/Yang Maha Perkasa. Kalau Dia berkehendak untuk memaksakan kehendak-Nya maka dengan mudah dapat terlaksana.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ
QS. Ali Imran (3) : 190“Sesungguhnya dalam penciptaaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat . tanda-tanda bagi Ulul Albab (orang-orang yang berfikir).”
Sedang makna menyucikan mereka adalah “membersihkan jiwa mereka dari keyakinan keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa Jahiliah,” sengan mengajar al-Kitab dipahami oleh Muhammad Abduh sebagai “mengajar tulis-menulis dengan pena”, karena kata Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar  “sesungghnya agama (Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhamad saw. Ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.” Sedang makna menyucikan mereka adalah “membersihkan jiwa mereka dari keyakinan keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa Jahiliah,” sengan mengajar al-Kitab dipahami oleh Muhammad Abduh sebagai “mengajar tulis-menulis dengan pena”, karena kata Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar  “sesungghnya agama (Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhamad saw. Ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.”
Pada ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT mengutus seorang Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW kepada bangsa Arab yang pada saat itu belum bias membaca dan menulis. Dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah termasuk dari golongan mereka, yang tugasnya :
1.      Membacakan ayat-ayat Al-Quran yang didalamnya terdapat bimbingan serta petunjuk untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat,
2.      Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid Esa-kan Allah dan tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak lagi percaya kepada sesembahan mereka seperti matahari, patung, dan sebagainya.
3.      Mengajarkan kepada mereka syariat-syariat agama dan hokum-hukum dan hikmah yang tekandung didalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar