Tilawah secara bahasa artinya tabi’a
– mutaba’ah = mengikuti. Bisa dengan cara mengikuti badannya / orang,
mengikuti hukumnya , dan mengikuti bacaannya dengan memperhatikan, mengkaji isi
yang terkandung di dalamnya. Tilawah itu
khusus dalam mengikuti kitab – kitab Allah, kadang dengan mengikuti
bacaannya (dengan memperhatikan isinya) dan kadang dengan mengikuti perintah,
larangan, rangsangan, ancaman atau sesuatu yang dibayangkannya. Selanjutnya
Al-Raghib pula menyebutkan, bahwa Tilawah lebih khusus dari Qiraah, setiap
tilawah adalah qiraah, dan tidak setiap qiraah adalah tilawah.
tugas
Rasul adalah,
1) Membacakan ayat-ayat Alquran kepada sahabat / manusia
dengan mengkaji, menggali dan mengungkap makna yang terkandung didalamnya,
sementara para shahabat mengikuti bacaan Rasul dengan memperhatikan arti dan
makna yang ada di dalamnya.
2)
Mengikuti isi dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta melahirkannya dalam
perbuatan
3) Dengan mengikuti bacaan dan mengkaji serta memahami apa
yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat melahirkan tauhid, yaitu mengesakan
Allah.
Dengan memperhatikan makna–makna di atas, maka Rasul bertugas
untuk menjadikan manusia beriman / bertauhid, berakhlak mulia.
Asy
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa tilawah
al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :-Tilawah hukmiyyah, - Tilawah
lafzhiyyah.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ
إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (129)
”Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul
dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS : Al Baqarah [2] : 129).
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُو
عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (151)
“Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah [2] : 151).
Makna
dari ayat ini mereka yang bertilawah Al Qur’an secara benar adalah dengan
ittiba’/mengikutinya. Ibnul Qoyyim Rohimahullah mengatakan setelah memaparkan
tilawah ada dua yakni tilawah lafdziyah dan tilawah makna,“Intinya tilawah yang hakiki adalah tilawah/membaca makna dari
ayat-ayat Allah, ittiba’/mengikutinya, membenarkan semua beritanya,
melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, mematuhinya seluruh
tuntunannya”.
Kemudian Beliau Rohimahullahmengatakan
,“Tilawah makna kedudukannya lebih mulia dari pada sekedar tilawah lafdziyah
dan orang yang mengerjakannya adalah orang yang dikatakan sebagai ahli Al
Qur’an yang teruntuk bagi mereka pujian di dunia dan akhirat.Sesungguhnya
mereka itulah yang dikatakan sebagai ahli tilawah dan ittiba’ yang sebenarnya”.
Ta’lim,secara
bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara
istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian,
pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan
proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga
diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap
menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya (
ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus
menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’
ke posisi ‘tahu’.
Tujuan
Ta’lim al-Kitab yang dilakukan Rasulullah menurut Al-Maraghi (II:124) 1)
mendorong untuk belajar / mengajar tulis baca, 2) menyebarkan cinta tulis baca
dalam kehidupan di antara manusia, 3)mengetahui hakikat arti dan isi syareat /
mengetahui dasar hukum.
Sementara itu Mahmud Hijazi ( I, 304) menyebutkan hasil yang akan diperoleh
dari tugas Rasulullah saw yang ini, yaitu : 1) akan tumbuh berkembang munculnya
para penulis 2) Akan lahir para para
ulama, para sarjana yang pandai , 3) Akan bermunculan orang yang arif, orang
yang bijak , 4) akan lahir para pemimpin yang pandai dan bijaksana.
Dengan demikian pada tugas Rasululah saw yang ke tiga, mengandung nilai
pengembangan, penambahan ilmu dan wawasan, mengetahui dasar-dasar pengambilan
ilmu, sehingga tidak cukup menciptakan manusia yang bertauhid (tugas tilawah),
manusia yang bersih keyakinan, akhlaq dan hartanya (tugas tazkiyah). Tapi juga
menciptakan manusia yang berbuat atas dasar ilmu pengetahuan, beramal atas
sumber yang jelas, tidak taqlid buta ( tugas ta’lim al-Kitab).
Untuk
itu tugas Rasulullah dalam ta’lim
al-hikmah akan menghasilkan 1) manusia yang tahu, mengerti akan sunnah yang merupakan penguat terhadap
kebenaran Alquran, penjelasan terhadap Alquran yang bersifat umum, 2) membuka
mata kepandaian dan perasaan manusia, 3) menjadikan manusia faqih yang berfikir
tidak hanya dari Nash yang dhahir tapi juga dari yang bathin yang tersirat di
dalamnya, 4) mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam Alquran dan
sunnah Rasul, 5) mendorong manusia untuk melahirkan ilmu pengetahuannya dalam
bentuk amal perbuatan yang ditujuan untuk beribadah kepada Allah swt.
لَقَدْ
مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ
أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ (164)
”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (Q.S. Ali-Imran :164)
Ayat di atas Ali
Imran 164 adalah ayat yang memuat manhaj pendidikan Alquran. Para pakar pendidik
Muslim menjadikan ayat di atas sebagai
konsep, sistem dan manhaj / metoda pendidikan Islam. Para pakar itu
seperti Arsan Al-Kaelani, Abdurrahman Al-Nahlawi dsb. Pada ayat di atas Muhammad Rasulullah saw
berperan sebagai murabbi guru, dan kaum muslimin saat itu berpungsi sebagai
mutarabbi murid. Yang dilakukan Nabi
sebagai guru 3 manhaj yaitu:
1. Manhaj al-Tilawah. Dalam hal ini bermuatan
penanaman awal Aqidah dan akhlak. Rasul
mendidik manusia untuk dapat membaca, memahami isi yang dibaca, mengikuti apa
yang ada di dalamnya.
2.
Manhaj Tazkiyah. Dalam ini bermuatan pembersihan, aqidah, Akhlaq; dan
harta.
3.
Manhaj ta’lim Al-Kitab wal hikmah.
Dalam bagian ini bermuatan pengembangan, pembinaan Rasulullah mendidik
manusia agar berkembang, maju, berilmu pengetahuan yang dalam, berbuat atas
suatu pekerjaan berdasarkan kepada ilmu, bukan karena taqlid.
Para pakar pendidikan
Barat telah merumuskan hakikat tujuan Pendidikan yaitu,
1.
Kognitif yaitu, menumbuhkan dan mengembangkan proses berpikir.
2.
Afektif yaitu, pembentukan sikap atau pembentukan kepribadian.
3.
Psikomotor yaitu, pembentukan keterampilan.
Jika konsep tujuan pendidikan tersebut dibandingkan dengan manhaj qur`ani di
atas, hakikatnya yang termuat dalam tujuan pendidikan barat sudah ada dan telah
lama ada dalam manhaj qur`ani. Tujuan pendidikan kognitif telah termuat dalam
manhaj tilawat, tujuan afektif termuat dalam manhaj tazkiyat, tujuan psikomotor
termuat dalam manhaj Ta'lim kitabah dan manhaj Ta'lim al-hikmat. Namun, dalam
manhaj qur`ani mempunyai nilai lebih pada manhaj tilawat tujuan yang ingin
diperoleh tidak hanya penumbuhan dan pengembangan berpikir, tapi juga
bertauhid, beriman.
tazkiyah annafs berasal dari dua kata
yakni tazkiyahdan nafs. Tazkiyah berasal
dari kata zakka-yuzzaki-tazkiyah yang maknanya sama dengan tathir yang berasal
dari kata thahhara-yuthahhiru-tathir[ah] yang berarti pembersihan, penyucian
atau pemurnian. Sedangkan annafs adalah
kata yang multimakna (musytarak). Dalam sebagian kamus bahasa Arab kata nafssering
diterjemahkan dengan :
- Diri – Jasad - Jiwa, ruh atau kalbu.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ
رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum
yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka
Kitab dan Hikmah (As-Sunnah).Dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan
yang nyata”. (Al-Jumu’ah: 2).
semua makhluk memiliki kekurangan dan
kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali Allah swt,
sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi kebutuhan siapa pun adalah
Dia Yang Berhak disucikan dari segala kekurangan dan kebutuhan, Selanjutnya
karena hanya Dia yang memenuhi kebutuhan semua makhluk maka hanya Dia pula yang
berwewenang menetapkan dan mengatur dan mengendalikan segala sesuatu, denagn
kata lain hanya Dia al-Malik / Maha Raja.
Salah satu bentuk pengaturan-Nya adalah menetapkan agama. Ketetapan itu, bukan
karena Dia butuh atau adanya kekurangan pada diri-Nya yang hendak Dia sempurnakan. Sama sekali
tidak, karena Dia Quddus / Maha Suci
dari segala kekurangan dan kebutuhan. Selanjutnya Quddus itu, bila telah menyampaikan tuntunan-Nya melalui Rasul,
lalu tidak dipenuhi oleh makhluk yang diajak, maka itu sama sekali tidak
mengurangi kekuasaan-Nya karena Dia adalah al-Aziz/Yang
Maha Perkasa. Kalau Dia berkehendak untuk memaksakan kehendak-Nya maka
dengan mudah dapat terlaksana.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ
QS. Ali Imran (3) : 190“Sesungguhnya dalam penciptaaan langit dan
bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat . tanda-tanda bagi
Ulul Albab (orang-orang yang berfikir).”
Sedang makna menyucikan mereka adalah “membersihkan jiwa mereka dari keyakinan
keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa
Jahiliah,” sengan mengajar al-Kitab dipahami
oleh Muhammad Abduh sebagai “mengajar tulis-menulis dengan pena”, karena kata
Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar “sesungghnya agama
(Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhamad saw. Ini telah mengharuskan mereka
belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama
tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.” Sedang
makna menyucikan mereka adalah
“membersihkan jiwa mereka dari keyakinan keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak
dan lain-lain yang merajalela pada masa Jahiliah,” sengan mengajar al-Kitab dipahami oleh Muhammad Abduh sebagai “mengajar
tulis-menulis dengan pena”, karena kata Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha
dalam tafsir al-Manar “sesungghnya agama (Islam) yang dibawa oleh
Nabi Muhamad saw. Ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan
membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong
(bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.”
Pada ayat ini menerangkan bahwa Allah
SWT mengutus seorang Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW kepada bangsa Arab yang pada
saat itu belum bias membaca dan menulis. Dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah
termasuk dari golongan mereka, yang tugasnya :
1.
Membacakan ayat-ayat Al-Quran yang didalamnya terdapat bimbingan serta petunjuk
untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat,
2.
Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat
jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid Esa-kan Allah dan
tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak lagi percaya
kepada sesembahan mereka seperti matahari, patung, dan sebagainya.
3.
Mengajarkan kepada mereka syariat-syariat agama dan hokum-hukum dan hikmah yang
tekandung didalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar