Jumat, 21 Juni 2013

Tafsir Surat Al-Araf ayat 179

ولو شئنا لرفعنه بها ولكنه أخلد إلى الارض واتبع هواىه فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ذالك مثل القوم الذين كذبوا بأيتنا فا قصص القصص لعلهم يتفكرون (الاعراف : 179)
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS al-A’raf: 176).
Ayat ini menjadi penjelasan mengapa seseorang tidak mendapat petunjuk dan mengapa pula yang lain disesatkan Allah. Ayat ini juga berfungsi sebagai ancaman kepada mereka yang mengabaikan tuntunan pengetahuannya. Ia menjelaskan bahwa mereka yang kami kisahkan keadaannya itu, yang menguliti dirinya sehingga kami sesatkan adalah sebagian dari yang kami jadikan untuk isi neraka dan demi keagungan dan kemuliaan kami sungguh kami telah ciptakan untuk isi neraka jahannam banyak sekali dari jenis jin dan jenis manusia karena kesesatan mereka.
Hati, mata, dan telinga orang-orang yang memilih kesesatan dipersamakan dengan binatang karena binatang tidak dapat menganalogikan apa yang dia dengar dan lihat dengan sesuatu yang lain. Binatang tidak memiliki akal seperti manusia. Bahkan manusia yang tidak menggunakan potensi yang dianugerahkan Allah lebih buruk. Sebab binatang dengan instingnya akan selalu mencari kebaikan-kebaikan dan menghindari bahaya, sementara manusia durhaka justru menolak kebaikan dan kebenaran dan mengarah kepada bahaya yang tiada taranya.
Setelah kematian, mereka kekal di api neraka, berbeda dengan binatang yang punah dengan kematiannya. Disisi lain, binatang tidak dianugerahi potensi sebanyak potensi manusia, sehingga binatang tidak wajar dikecam bila tidak mencapai apa yang dapat dicapai manusia. Manusia pantas dikecam bila sama dengan binatang dan dikecam lebih banyak lagi jika ia lebih buruk daripada binatang, karena potensi manusia dapat mengantarnya meraih ketinggian jauh melebihi kedudukan binatang.

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 31-32 (at-Ta'lim)

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ31 
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ32  
 (31) Dan telah diajarkan Nya kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia kemukakan semua kepada Malaikat, lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepada Ku nama-nama itu semua, jika kamu adalah makhluk-makhluk yang benar.
(32) Mereka menjawab : Maha suci Engkau ! Tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana.
Dia yakni Allah mengajar Nabi Adam as nama-nama seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau mengajarnya fungsi benda-benda.  Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin, dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa.
 Dalam ayat ini Allah SWT menunjukkan suatu keistimewaan yang telah dikaruniakannya kepada Nabi Adam as yang tidak pernah dikaruniakan Nya kepada makhluk-makhluk Nya yang lain, yaitu ilmu pengetahuan dan kekuatan akal atau daya pikir yang memungkinkannya untuk mempelajari sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Dan keturunan ini diturunkan pula kepada keturunannya, yaitu umat manusia. Oleh sebab itu, manusia (ialah Nabi Adam dan keturunannya) lebih patut daripada malaikat untuk dijadikan khalifah.
Ini juga mengandung pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak daripada makhluk Allah yang lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan serta kekuatan akal dan daya pikir yang dimilikinya.
Dalam al-Qur’an kata pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah. Kata ini berasal dari kata rabba, yurabbi yang berarti memelihara, mengatur, mendidik. Kata tarbiyah berbeda dengan ta’lîm yang secara harfiyah juga memiliki kesamaan makna yaitu mengajar. Akan tetapi, kata ta’lîm lebih kepada arti transfer of knowladge (pemindahan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain). Sedangkan tarbiyah tidak hanya memindahkan ilmu dari satu pihak kepada pihak lain, namun juga penanaman nilai-nilai luhur atau akhlâk al-karîmah, serta pembentukan karakter.
tujuan pendidikan bukan menjadikan manusia sebagai hamba ilmu, budak teori atau penkultusan kepada seorang tokoh ilmuwan. Tetapi tujuan utama dari pendidikan adalah menjadikan manusia sebagai insan rabbani (manusia yang berketuhanan). Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan, namun menjadikan manusia sebagai manusia yang kenal dan takut dengan Tuhannya dengan ilmu yang dimiliki tersebut.
Ta'lim merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya berisi kajian-kajian ilmu agama dan di dalamnya terdapat penyaji materi dan peserta. Ta'lim mempunyai beberapa makna antara lain :
a.       Ta'lim adalah proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering (intensitas) sehingga muta’alim (siswa) dapat maknanya serta berbekas di dalam dirinya (selalu diingat).
b.      Ta'lim adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan murid dengan batasan-batasan adab tertentu, bersahabat dan bertahap.
c.       Ta'lim merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, tidak hanya sekedar penyampaian materi, melainkan juga dijelaskan isi, makna dan maksudnya agar murid menjadi paham dan terhindar dari kekeliruan, kesalahan dan kebodohan.
d.      Ta'lim merupakan pembinaan intelektual, pemberian ilmu yang mendorong amal yang bermanfaat sehingga guru menjadi suri tauladan dalam perkataan dan perbuatan.

Adapun tujuan At Ta’lim diantaranya adalah :
a.       Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
 b.     Peningkatan pemahaman terhadap ilmu agama.
c.      Agar ilmu yang disampaikan bermanfaat,
d.      Pembinaan intelektual,

Kamis, 20 Juni 2013

Tafsir Surat Al-Baqarah (2):129, Ali-Imran(3):164, Al-Jumuah(62):2

Tilawah secara bahasa artinya  tabi’a – mutaba’ah = mengikuti. Bisa dengan cara mengikuti badannya / orang, mengikuti hukumnya , dan mengikuti bacaannya dengan memperhatikan, mengkaji isi yang terkandung di dalamnya. Tilawah itu  khusus dalam mengikuti kitab – kitab Allah, kadang dengan mengikuti bacaannya (dengan memperhatikan isinya) dan kadang dengan mengikuti perintah, larangan, rangsangan, ancaman atau sesuatu yang dibayangkannya. Selanjutnya Al-Raghib pula menyebutkan, bahwa Tilawah lebih khusus dari Qiraah, setiap tilawah adalah qiraah, dan tidak setiap qiraah adalah  tilawah.
tugas Rasul adalah,
1) Membacakan ayat-ayat Alquran kepada sahabat / manusia dengan mengkaji, menggali dan mengungkap makna yang terkandung didalamnya, sementara para shahabat mengikuti bacaan Rasul dengan memperhatikan arti dan makna yang ada di dalamnya.
2) Mengikuti isi dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta melahirkannya dalam perbuatan
3) Dengan mengikuti bacaan dan mengkaji serta memahami apa yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat melahirkan tauhid, yaitu mengesakan Allah.
Dengan memperhatikan makna–makna di atas, maka Rasul bertugas untuk menjadikan manusia beriman / bertauhid, berakhlak mulia.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa tilawah al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :-Tilawah hukmiyyah, - Tilawah lafzhiyyah.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (129)

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS : Al Baqarah [2] : 129).
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (151)
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah [2] : 151).
Makna dari ayat ini mereka yang bertilawah Al Qur’an secara benar adalah dengan ittiba’/mengikutinya. Ibnul Qoyyim Rohimahullah mengatakan setelah memaparkan tilawah ada dua yakni tilawah lafdziyah dan tilawah makna,Intinya tilawah yang hakiki adalah tilawah/membaca makna dari ayat-ayat Allah, ittiba’/mengikutinya, membenarkan semua beritanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, mematuhinya seluruh tuntunannya”.
    Kemudian Beliau Rohimahullahmengatakan ,“Tilawah makna kedudukannya lebih mulia dari pada sekedar tilawah lafdziyah dan orang yang mengerjakannya adalah orang yang dikatakan sebagai ahli Al Qur’an yang teruntuk bagi mereka pujian di dunia dan akhirat.Sesungguhnya mereka itulah yang dikatakan sebagai ahli tilawah dan ittiba’ yang sebenarnya”.
Ta’lim,secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’.
  Tujuan Ta’lim al-Kitab yang dilakukan Rasulullah menurut Al-Maraghi (II:124) 1) mendorong untuk belajar / mengajar tulis baca, 2) menyebarkan cinta tulis baca dalam kehidupan di antara manusia, 3)mengetahui hakikat arti dan isi syareat / mengetahui dasar hukum.
    Sementara itu Mahmud Hijazi ( I, 304) menyebutkan hasil yang akan diperoleh dari tugas Rasulullah saw yang ini, yaitu : 1) akan tumbuh berkembang munculnya para penulis  2) Akan lahir para para ulama, para sarjana yang pandai , 3) Akan bermunculan orang yang arif, orang yang bijak , 4) akan lahir para pemimpin yang pandai dan bijaksana.
     Dengan demikian pada tugas Rasululah saw yang ke tiga, mengandung nilai pengembangan, penambahan ilmu dan wawasan, mengetahui dasar-dasar pengambilan ilmu, sehingga tidak cukup menciptakan manusia yang bertauhid (tugas tilawah), manusia yang bersih keyakinan, akhlaq dan hartanya (tugas tazkiyah). Tapi juga menciptakan manusia yang berbuat atas dasar ilmu pengetahuan, beramal atas sumber yang jelas, tidak taqlid buta ( tugas ta’lim al-Kitab).  
Untuk itu tugas Rasulullah dalam  ta’lim al-hikmah akan menghasilkan 1) manusia yang tahu, mengerti akan  sunnah yang merupakan penguat terhadap kebenaran Alquran, penjelasan terhadap Alquran yang bersifat umum, 2) membuka mata kepandaian dan perasaan manusia, 3) menjadikan manusia faqih yang berfikir tidak hanya dari Nash yang dhahir tapi juga dari yang bathin yang tersirat di dalamnya, 4) mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam Alquran dan sunnah Rasul, 5) mendorong manusia untuk melahirkan ilmu pengetahuannya dalam bentuk amal perbuatan yang ditujuan untuk beribadah kepada Allah swt.
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ (164)
”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Ali-Imran :164)
Ayat di atas Ali Imran 164  adalah ayat yang memuat  manhaj pendidikan Alquran. Para pakar pendidik Muslim menjadikan ayat di atas sebagai  konsep, sistem dan manhaj / metoda pendidikan Islam. Para pakar itu seperti Arsan Al-Kaelani, Abdurrahman Al-Nahlawi dsb.  Pada ayat di atas Muhammad Rasulullah saw berperan sebagai murabbi guru, dan kaum muslimin saat itu berpungsi sebagai mutarabbi  murid. Yang dilakukan Nabi sebagai guru 3 manhaj yaitu:
1.   Manhaj al-Tilawah. Dalam hal ini bermuatan penanaman awal  Aqidah dan akhlak. Rasul mendidik manusia untuk dapat membaca, memahami isi yang dibaca, mengikuti apa yang ada di dalamnya.

2.    Manhaj Tazkiyah. Dalam ini bermuatan pembersihan, aqidah, Akhlaq; dan harta.
3.  Manhaj ta’lim Al-Kitab wal hikmah.  Dalam bagian ini bermuatan pengembangan, pembinaan Rasulullah mendidik manusia agar berkembang, maju, berilmu pengetahuan yang dalam, berbuat atas suatu pekerjaan berdasarkan kepada ilmu, bukan karena taqlid.
Para pakar pendidikan Barat telah merumuskan hakikat tujuan Pendidikan yaitu,
1.    Kognitif yaitu, menumbuhkan dan mengembangkan proses berpikir.
2.    Afektif yaitu, pembentukan sikap atau pembentukan kepribadian.
3.    Psikomotor yaitu, pembentukan keterampilan.
      Jika konsep tujuan pendidikan tersebut dibandingkan dengan manhaj qur`ani di atas, hakikatnya yang termuat dalam tujuan pendidikan barat sudah ada dan telah lama ada dalam manhaj qur`ani. Tujuan pendidikan kognitif telah termuat dalam manhaj tilawat, tujuan afektif termuat dalam manhaj tazkiyat, tujuan psikomotor termuat dalam manhaj Ta'lim kitabah dan manhaj Ta'lim al-hikmat. Namun, dalam manhaj qur`ani mempunyai nilai lebih pada manhaj tilawat tujuan yang ingin diperoleh tidak hanya penumbuhan dan pengembangan berpikir, tapi juga bertauhid, beriman.
tazkiyah annafs berasal dari dua kata yakni tazkiyahdan nafs. Tazkiyah berasal dari kata zakka-yuzzaki-tazkiyah yang maknanya sama dengan tathir yang berasal dari kata thahhara-yuthahhiru-tathir[ah] yang berarti pembersihan, penyucian atau pemurnian.   Sedangkan annafs adalah kata yang multimakna (musytarak). Dalam sebagian kamus bahasa Arab kata nafssering diterjemahkan dengan :
- Diri – Jasad - Jiwa, ruh atau kalbu.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah).Dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Jumu’ah: 2).
semua makhluk memiliki kekurangan dan kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali Allah swt, sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi kebutuhan siapa pun adalah Dia Yang Berhak disucikan dari segala kekurangan dan kebutuhan, Selanjutnya karena hanya Dia yang memenuhi kebutuhan semua makhluk maka hanya Dia pula yang berwewenang menetapkan dan mengatur dan mengendalikan segala sesuatu, denagn kata lain hanya Dia al-Malik / Maha Raja. Salah satu bentuk pengaturan-Nya adalah menetapkan agama. Ketetapan itu, bukan karena Dia butuh atau adanya kekurangan pada diri-Nya  yang hendak Dia sempurnakan. Sama sekali tidak, karena Dia Quddus / Maha Suci dari segala kekurangan dan kebutuhan. Selanjutnya Quddus itu, bila telah menyampaikan tuntunan-Nya melalui Rasul, lalu tidak dipenuhi oleh makhluk yang diajak, maka itu sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya karena Dia adalah al-Aziz/Yang Maha Perkasa. Kalau Dia berkehendak untuk memaksakan kehendak-Nya maka dengan mudah dapat terlaksana.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ
QS. Ali Imran (3) : 190“Sesungguhnya dalam penciptaaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat . tanda-tanda bagi Ulul Albab (orang-orang yang berfikir).”
Sedang makna menyucikan mereka adalah “membersihkan jiwa mereka dari keyakinan keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa Jahiliah,” sengan mengajar al-Kitab dipahami oleh Muhammad Abduh sebagai “mengajar tulis-menulis dengan pena”, karena kata Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar  “sesungghnya agama (Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhamad saw. Ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.” Sedang makna menyucikan mereka adalah “membersihkan jiwa mereka dari keyakinan keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lain yang merajalela pada masa Jahiliah,” sengan mengajar al-Kitab dipahami oleh Muhammad Abduh sebagai “mengajar tulis-menulis dengan pena”, karena kata Abduh seperti dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar  “sesungghnya agama (Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhamad saw. Ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.”
Pada ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT mengutus seorang Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW kepada bangsa Arab yang pada saat itu belum bias membaca dan menulis. Dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah termasuk dari golongan mereka, yang tugasnya :
1.      Membacakan ayat-ayat Al-Quran yang didalamnya terdapat bimbingan serta petunjuk untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat,
2.      Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid Esa-kan Allah dan tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak lagi percaya kepada sesembahan mereka seperti matahari, patung, dan sebagainya.
3.      Mengajarkan kepada mereka syariat-syariat agama dan hokum-hukum dan hikmah yang tekandung didalamnya.